Dalamhal kemudahan atau keringanan dijelaskan dalam sebuah kaidah hukum Islam yang berbunyi "kesulitan mendatangkan kemudahan". tidaklah diperbolehkan rombongan tersebut mencuri makanan di pertengahan perjalanan. Hal tersebut memang dalam kondisi kesulitan, akan tetapi kaidah kesulitan dapat meringankan dalam kasus ini tidak dibernakan

Oleh Muhson Arifin Taman Pancing, Desa Pemogan, Denpasar, Bali [email protected] TERDAPAT sebuah kisah yang telah dikenal secara luas baik oleh umat islam di Indonesia maupun mancanegara, yaitu kisah mengenai Robin Hood. Dalam kisah itu diceritakan mengenai perjuangan seorang pencuri yang mencuri harta dari seorang pemimpin dzolim dan dibagikan kepada masyarakat fakir dan miskin. Masyarakat bersyukur dan berterimakasih kepada si pencuri karena telah membantu mereka untuk dapat bertahan hidup. Lalu bagaimana pandangan islam terhadap perilaku pencurian yang dilakukan demi membantu orang lain tersebut? Terdapat sebuah hadits yang berbunyi, “Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdirrahman Muadz bin Jabal radhiyallahu anhuma, dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada. Iringilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut akan menghapuskan keburukan. Dan pergauilah manusia dengan akhlak yang mulia.” HR. At-Tirmidzi, dan dia berkata Hadis Hasan Sahih. BACA JUGA 5 Hal Kebaikan bagi Orang yang Berdoa Namun hadits tersebut tidak dapat serta merta diartikan bahwa setiap manusia diperbolehkan untuk melakukan keburukan asalkan diiringi dengan kebaikan. Melainkan makna dari hadits tersebut yaitu bahwasanya ketika seseorang telah melakukan taubat dan menyesal atas keburukan yang telah dikerjakan selama ini, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghapus dosanya adalah dengan melakukan kebaikan. Itulah yang dinamakan dengan Taubat An-Nasuha atau taubat yang sebenar-benarnya. Terkait melakukan pencurian dengan tujuan kebaikan dalam islam tidaklah diperbolehkan. Sebagaimana dalam Alquran QS Al-Baqarah ayat 42, Allah SWT Berfirman yang artinya “Janganlah kalian campur-adukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan kalian sembunyikan yang benar padahal kamu mengetahuinya”. Ayat tersebut menunjukkan bahwa dalam islam kebaikan dan keburukan telah jelas, dan tidak diperbolehkan untuk dicampuradukkan antara keduanya. Ayat tersebut juga didukung dengan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi “Sesungguhnya Allah tidak menerima sesuatu kecuali yang baik.” HR. Muslim, At-Tarmdzi dan Ahmad. Dalam hadits yang lain Rasulullah juga menyatakan bahwa setiap umat yang memakan makanan haram di dalam perutnya tidak akan diterima amalnya hingga 40 hari. Hal ini juga menyiratkan bahwa segala sesuatu yang diperoleh dengan cara haram akan dapat berimplikasi pada orang yang memakan barang tersebut. Oleh karena itu dalam mencari nafkah keluarga atau memberikan sedekah bagi fakir miskin juga perlu dipastikan bahwa diperoleh dengan cara halal agar tidak menjadi halangan baik bagi keluarga maupun penerima sedekah dalam beramal baik. Dalil-dalil diatas menunjukkan bahwasanya dalam melakukan suatu kebaikan haruslah dilakukan dengan menggunakan cara yang baik juga. Sesuai dengan kaidah mengenai tujuan al-maqâshid dan sarana al-wasîlah yang berbunyi “sarana memiliki hukum sama dengan tujuannya”. Sehingga dalam memperoleh suatu tujuan yang baik umat muslim tidak diperbolehkan untuk menggunakan cara yang tidak baik. Hal ini termasuk juga dalam melakukan pencurian untuk diberikan sebagai sedekah bagi umat yang membutuhkan. BACA JUGA 2 Mencuri yang Dibolehkan Meskipun demikian melakukan pencurian atau perbuatan buruk demi kebaikan tidaklah sepenuhnya dilarang. Maksudnya, terdapat beberapa perbuatan semacam itu yang diperbolehkan dalam islam. Yang pertama adalah apabila dalam kondisi terpaksa, sebagaimana dalam kaidah fiqih disebutkan bahwa keadaan darurat dapat membolehkan sesuatu yang dilarang. Dalam AlQuran juga disampaikan dalam QS Al-An’am ayat 119 yang berbunyi “Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.” Oleh karena itu dalam kasus kisah Robin Hood, bisa disimpulkan bahwa apabila dalam kisah tersebut kondisi pemimpin memang benar-benar dzolim, dan masyarakat tidak memiliki pilihan lain selain mencuri, maka mencuri tersebut dibolehkan dengan alasan berada dalam situasi darurat. Namun apabila masih terdapat pilihan lain dalam mencari uang secara halal, misalnya masih dapat dilakukan dengan menawarkan barang atau jasa, maka tidak diperbolehkan untuk melakukan pencurian meskipun dengan niatan baik. Allahu A’lam Bish-Shawab. Manusia hanya dapat berpikir dan Allah lah yang maha mengetahui kebenarannya. Semoga apa yang dituliskan disini merupakan kebenaran di sisi Allah dan menjadi sarana dalam penyebaran dakwah Islam. Aamiin. []

Hukumanharuslah yang bersifat mendidik, memberikannya pelajaran serta pemahaman. 5 Cara Menghukum Anak yang Tak Diperbolehkan dalam Islam. Hukuman haruslah yang bersifat mendidik, memberikannya pelajaran serta pemahaman. OOTD Irish Bella & Ammar Zoni yang Mencuri Perhatian, Kece dan Stylish!ww. Anda Perlu Tahu. Hukuman Bagi Pencuri Dalam Islam وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَمِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ * فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ * أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ “Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. Tetapi barangsiapa bertobat setelah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Tidakkah kamu tahu, bahwa Allah memiliki seluruh kerajaan langit dan bumi, Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki dan mengampuni siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” QS. Al-Ma’idah 38-40. Sebab Turunnya Ayat Ayat ini diturunkan berkaitan dengan Thu’mah bin Ubairiq ketika ia mencuri baju besi tetangganya yang bernama Qatadah bin Nu’man di dalam kantong tepung yang koyak. Ia menyembunyikannya di tempat Zaid bin Samin al-Yahudi. Maka tepungnya pun tercecer dari rumahnya Qatadah hingga ke rumahnya Zaid. Ketika Qatadah tahu ada pencurian, ia mencarinya di tempat Thu’mah namun ia tidak menemukannya. Thu’mah bersumpah bahwa ia tidak mengambilnya dan tidak tahu menahu mengenainya. Kemudian mereka mengetahui adanya tepung yang tercecer, maka mereka pun mengikutinya hingga sampai ke rumahnya Zaid. Mereka lalu mengambil baju besi tersebut darinya. Zaid berkata serahkan baju besi itu kepada Thu’mah. Orang – orang dari kalangan Yahudi menyaksikan juga yang demikian itu. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun berdebat mengenai Thu’mah karena baju besi itu ditemukan pada selain tempatnya, maka Allah pun menurunkan firman-Nya “Dan janganlah kamu berdebat untuk membela orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat dan bergelimang dosa.” QS. An-Nisa’ 107. Kemudian diturunkanlah QS. Al-Ma’idah ayat 38 ini sebagai penjelas hukuman bagi pencurian. Ahmad dan yang lainnya mengeluarkan riwayat dari Abdullah bin Amru bahwasanya ada seorang perempuan yang mencuri di masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka kemudian tangannya yang kanan dipotong. Perempuan tersebut berkata Apakah taubatku diterima ya Rasulullah? Maka Allah pun menurunkan di dalam surat al-Ma’idah فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ “Tetapi barangsiapa bertobat setelah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” QS. Al-Ma’idah 39. Tafsir dan Penjelasan Allah ta’ala memerintahkan para penguasa untuk menghukum laki – laki dan perempuan yang mencuri dengan hukuman potong tangan. Barang siapa yang mencuri baik itu laki – laki maupun perempuan, dipotong tangannya dari pergelangan tangannya dan dimulai dengan tangannya yang sebelah kanan. Jika ia mengulanginya lagi mencuri lagi maka dipotong kaki kirinya dari sambungan telapak kakinya, kemudian tangan kirinya, kemudian kaki kanannya, kemudian dita’zir dan dipenjara sebagaimana yang diriwayatkan oleh ad-Daruquthni bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda إذا سرق السارق فاقطعوا يده، ثم إذا عاد فاقطعوا رجله اليسرى “Bila seorang pencuri mencuri maka potonglah tangannya, kemudian bila ia mengulanginya lagi maka potonglah kaki kirinya.” Ini adalah pendapatnya Malikiyah dan Syafi’iyah. Hanafiyah dan Hanabilah berkata tidak dipotong lagi pada asalnya setelah tangan kanan dan kaki kirinya dipotong. Al-Qur’an juga menyatakan hukuman bagi wanita pencuri karena banyaknya kejadian pencurian yang dilakukan oleh wanita sebagaimana dilakukan oleh laki – laki serta untuk menetapkan sebenar – benarnya larangan. Meskipun pada umumnya dalam pensyariatan hukum -hukum, kaum wanita itu termasuk dalam hukumnya kaum laki -laki. Pencurian adalah mengambil harta dengan diam – diam dari tempat yang terjaga atau semisalnya. Tempat yang terjaga itu ada dua jenis a. Terjaga dengan sendirinya yaitu tempat seperti rumah dan koper atau peti. b. Terjaga oleh selainnya yaitu ada penjaganya seperti tempat – tempat umum yang dijaga oleh penjaga dan harta benda yang ada pemiliknya di sisinya. Tempat yang terjaga adalah apa saja yang berdasarkan kebiasaan digunakan untuk menjaga harta – harta manusia. Tidaklah seorang pencuri dipotong tangannya kecuali bila ia telah akil baligh sebagaimana ia adalah orang yang dituntut dengan seluruh beban hukum syar’i dan di antaranya adalah hukuman hudud. Tidak ada pemisahan di dalamnya antara kejahatan yang dilakukan berjamaah atau sendiri – sendiri. Hukuman tersebut tidak boleh diterapkan pada kejadian yang syubhat ragu – ragu seperti pencurian dari mahram dan tamu dari tuan rumahnya berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Adiy dari Ibnu Abbas ادْرَءُوا الْحُدُودَ بِالشُّبُهَاتِ “Hindarkanlah hudud dengan adanya syubhat – syubhat”. Hukuman dapat dijatuhkan bila pencuri itu mengambil harta dari tempat yang terjaga baik itu yang sifatnya terjaga oleh tempat itu sendiri maupun dijaga oleh penjaga, karena riwayat yang disampaikan oleh Abu Dawud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah dari Abdullah bin Amru bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam ditanya mengenai buah kurma yang masih menggantung di pohon, beliau bersabda وَمَنْ سَرَقَ مِنْهُ شَيْئًا بَعْدَ أَنْ يُؤْوِيَهُ الْجَرِينُ فَبَلَغَ ثَمَنَ الْمِجَنِّ فَعَلَيْهِ الْقَطْعُ “Dan barang siapa yang mencuri sebagian darinya setelah terkumpul dalam tempat pengeringan dan mencapai harga perisai maka tangannya dipotong.” Hukuman juga baru dapat dijatuhkan bila barang yang dicuri sampai pada kadar nishob syar’i. Para fuqaha’ memiliki dua atau tiga pendapat mengenai kadar nishob syar’i bagi pencurian. Al-Hasan al-Bashri dan Dawud az-Zhahiri berkata wajib dipotong tangan bagi pencurian sedikit maupun banyak berdasarkan zhahir nya ayat serta hadits yang diriwayatkan oleh Syaikhain Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah لَعَنَ اللَّهُ السَّارِقَ يَسْرِقُ الْبَيْضَةَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ وَيَسْرِقُ الْحَبْلَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ “Allah melaknat pencuri yang mencuri telor maka tangannya harus dipotong, dan mencuri tali maka tangannya harus dipotong.” Jumhur ulama’ berkata dipotong tangannya pencuri dalam pencurian senilai seperempat dinar atau tiga dirham ke atas berdasarkan riwayat Ahmad, Syaikhain Bukhari & Muslim, dan para pemilik kitab Sunan dari hadits Aisyah radhiyallahu anha قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُقْطَعُ الْيَدُ فِي رُبُعِ دِينَارٍ فَصَاعِدًا Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda; “Tangan pencuri dipotong jika senilai seperempat dinar keatas.” Juga berdasarkan hadits dalam Shahihain Bukhari & Muslim dari Ibnu Umar أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَطَعَ فِي مِجَنٍّ ثَمَنُهُ ثَلَاثَةُ دَرَاهِمَ “Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam memotong tangan pencuri karena mencuri perisai yang harganya tiga dirham.” Dan ini adalah perkataannya empat Khulafaur Rasyidin. Hanafiyah berpendapat bahwa nishob pencurian adalah satu dinar atau sepuluh dirham, maka tidak dipotong pencurian yang tidak mencapai sepuluh dirham berdasarkan riwayat Ahmad dari Abdullah bin Amru beliau berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda لَا قَطْعَ فِيمَا دُونَ عَشَرَةِ دَرَاهِمَ “Tidak ada potong tangan jika yang dicuri kurang dari sepuluh dirham.” Kalau tidaklah hadits ini dhaif, maka mungkin untuk merajihkan Madzhab Hanafiyah sebagai bentuk kehati – hatian dan karena hukuman hudud itu dihindarkan karena adanya syubhat. Juga karena harga perisai yang menyebabkan Nabi memotong tangan pencurinya berbeda – beda dalam kadarnya, ada yang kadarnya tiga dirham, empat dirham, lima dirham, atau sepuluh dirham. Dalam hal ini mengambil jumlah yang paling banyak dalam bab hudud lebih utama dalam rangka menghindari syubhat. Pencurian itu kadangkala ditetapkan dengan pengakuan atau dengan bukti 2 orang saksi. Hukuman pencurian dapat dibatalkan dengan adanya maaf dari orang yang dicuri, taubat sebelum urusan tersebut naik sampai ke hakim, dan dengan dimilikinya barang yang dicuri tersebut dengan hibah atau yang lainnya meskipun setelah urusan tersebut naik sampai kepada hakim dalam madzhabnya Abu Hanifah dan Muhammad. Adapun menurut madzhab jumhur ulama’ disyaratkan kepemilikan tersebut terjadi sebelum urusan itu naik kepada hakim berdasarkan riwayat عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَفْوَانَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ نَامَ فِي الْمَسْجِدِ وَتَوَسَّدَ رِدَاءَهُ فَأُخِذَ مِنْ تَحْتِ رَأْسِهِ فَجَاءَ بِسَارِقِهِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُقْطَعَ فَقَالَ صَفْوَانُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أُرِدْ هَذَا رِدَائِي عَلَيْهِ صَدَقَةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهَلَّا قَبْلَ أَنْ تَأْتِيَنِي بِهِ Dari Abdullah bin Shafwan, dari Bapaknya bahwa Ia sedang tidur di sebuah masjid berbantalkan selendangnya, lalu selendang tersebut diambil oleh seseorang dari bawah kepalanya. Kemudian ia datang menemui Nabi shallallahu alaihi wasallam dengan membawa pencuri selendangnya itu. Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan agar tangan si pencuri dipotong, Shafwan berkata; “Wahai Rasulullah! Aku tidak menginginkan hal ini. Biarlah selendangku sebagai sedekah untuknya.” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Mengapa tidak kau lakukan itu sebelum kau bawa permasalahan ini padaku! ” HR. Ibnu Majah dan yang lainnya. Wajib mengembalikan barang yang dicuri bila masih ada, dan dengan nilainya saja bila telah habis digunakan menurut Syafi’iyah dan Hanafiyah berdasarkan riwayat Ahmad, Ashab as-Sunan, dan al-Hakim dari Samurah عَلَى الْيَدِ مَا أَخَذَتْ حَتَّى تُؤَدِّيَهُ “Bagi tangan bertanggung jawab terhadap apa yang diambil hingga ia menunaikannya mengembalikannya.” Tidak wajib mengembalikan senilai barang yang dicuri saat sudah habis digunakan menurut Hanafiyah. Karena tidak berkumpul antara hukuman dengan ganti rugi لا يجتمع حد وضمان berdasarkan riwayat yang dikeluarkan oleh an-Nasa’i dari Abdurrahman bin Auf bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda لَا يُغَرَّمُ صَاحِبُ سَرِقَةٍ إِذَا أُقِيمَ عَلَيْهِ الْحَدُّ “Tidaklah seorang pemilik harta curian itu dihutangi jika telah ditegakkan hukuman atasnya.” Akan tetapi hadits tersebut adalah hadits mursal. Malikiyah dalam hal ini mengambil jalan pertengahan, mereka berkata apabila pencuri itu berkecukupan saat dijatuhi hukuman, wajib atasnya hukuman potong tangan dan hutang atas barang yang dicurinya sebagai pemberat hukuman baginya. Bila pencuri itu kesulitan saat dijatuhi hukuman maka tidak diikuti dengan mengganti senilai barang yang dicurinya, wajib potong tangan saja dan ditiadakan hutang barang curian atasnya sebagai keringanan dengan sebab udzur kemiskinan dan kebutuhan. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menjustifikasi hukuman bagi pencurian, maka Allah berfirman جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ “sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah.” QS. Al-Ma’idah 38. Yakni bahwasanya potong tangan bagi laki – laki dan perempuan yang mencuri itu adalah balasan atas perbuatan dan usaha buruk keduanya. Siksaan dari Allah yakni penghinaan dan pencegahan untuk kembali melakukan pencurian serta sebagai pelajaran bagi yang lain. Hukuman tersebut, meskipun sebagian manusia membencinya, adalah hukuman yang tepat yang paling berpengaruh dan dapat mencegah pencurian serta memastikan keamanan harta dan jiwa manusia. Tidak ada yang menyadari bahaya bagi jiwa, kecemasan, dan ketakutan terhadap pencurian terutama di malam yang gelap, kecuali bagi orang yang berhadapan langsung dengan pencurian. Disamping adanya kerugian, pencurian dapat menjadikan seseorang kehilangan dan putus asa sehingga butuh kepada pinjaman untuk kebutuhan pokoknya dan kebutuhan keluarganya. Maka ia berharap agar pencuri itu tertangkap dan diberi hukuman. Pencurian menyebabkan adanya kegelisahan. Lingkungan yang berhadapan dengan pencurian akan timbul banyak ancaman bahaya, sehingga hampir -hampir manusia tidak dapat tidur dengan tenang. Ketika maling menerobos di malam hari atau di siang hari, maka ia menimbulkan kekhawatiran terhadap warga. Kadang – kadang bahkan disertai dengan pembunuhan dan penembakan. Pada yang demikian itu ada kerusakan dan bahaya yang tidak mungkin dibatasi hukumannya atau sekedar memberi tahu konsekuensinya. Berapa banyak di antara manusia yang telah tua, wanita, anak – anak, dan orang -orang yang ketakutan tidak dapat tidur di rumah – rumah mereka karena bahaya pencurian. Hingga sesungguhnya pembunuhan itu terkadang sulit disamakan dengan pencurian dalam pikiran saya karena pembunuhan adalah kejadian tunggal yang selesai pengaruhnya seketika itu juga dengan dinisbahkan kepada selain keluarga korban. Pembunhan terjadi secara terbatas dengan kaitan yang khusus antara yang membunuh dan yang dibunuh. Adapun masalah pencurian, pengaruhnya bersifat umum dan terus menerus. Ancaman pencurian menjauhkan ketenangan dan kepercayaan para pemilik harta, para pedagang, para petani, dan para pemilik gedung serta mengancam kekayaan mereka dengan kerugian dan kerusakan. Kemudian Allah ta’ala menegaskan keharusan hukuman bagi pencuri dengan berfirman وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ “Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” QS. Al-Ma’idah 38. Yakni berlaku dalam pelaksanaan perintah – perintah-Nya sesuai kehendak-Nya, Ia Maha Kuat dalam memberi balasan kepada pencuri dan Maha Bijaksana dalam mensyariatkannya. Tidaklah Allah mensyariatkan sesuatu kecuali ada maslahat dan hikmah padanya. Allah menyusun hukuman dan sanksi dengan apa saja yang menurut Allah paling tepat. Dalam hal ini potong tangan adalah untuk mengakhiri kejahatan itu serta menghilangkannya hingga ke akar – akarnya. Hukuman itu dapat mencegah yang lainnya dari berbuat kejahatan yang semisal. Seolah olah Allah berfirman jangan lunak dalam hal pencurian dan keraslah dalam menerapkan hukuman terhadap mereka. Pada yang demikian itu semuanya adalah kebaikan meskipun para pendengki tidak menyukainya dan orang – orang yang jahil mengkritiknya. Kemudian Allah ta’ala menjelaskan hukum bagi orang – orang yang bertaubat yang menyesali perbuatan mereka dan memperbaiki keadaan mereka. Allah berfirman فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ “Tetapi barangsiapa bertobat setelah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” QS. Al-Ma’idah 39. Yakni barang siapa yang bertobat setelah ia mencuri dan kembali kepada Allah, berhenti dari mencuri, mengembalikan harta yang dicurinya atau menggantinya, memperbaiki dirinya dan berusaha membersihkannya dengan amal – amal kebaikan dan taqwa, dan adalah niat taubatnya itu tulus serta berazam untuk tidak mengulanginya lagi, maka sesungguhnya Allah akan menerima taubatnya dan ia tidak diazab di akhirat. Adapun hukuman potong tangan tidak dibatalkan dengan adanya taubat menurut jumhur fuqaha’, dan dapat dibatalkan menurut Hanabilah, ini adalah yang utama karena penyebutan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang dalam QS. Al-Ma’idah ayat 39 menunjukkan atas batalnya hukuman yakni potong tangan. Allah ta’ala menegaskan keadilan hukuman bagi pencurian ini dan bahwasanya hukuman tersebut datang atas kesesuaian hikmah, keadilan, dan rahmat. Maka Allah berfirman أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ “Tidakkah kamu tahu, bahwa Allah memiliki seluruh kerajaan langit dan bumi, Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki dan mengampuni siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” QS. Al-Ma’idah 40. Yakni tidakkah kamu tahu wahai Rasul wakil penyampai hukum Allah, bahwasanya Allah adalah penguasa bagi segala yang ada di langit dan di bumi, Dia adalah pengaturnya dan hakim terhadapnya yang tidak ada yang dapat menolak hukumnya? Dia melakukan apa saja yang Ia kehendaki dan Ia tidak melakukan sesuatu kecuali di dalamnya terdapat hikmah, keadilan, dan rahmat. Hingga terdapat keamanan bagi individu dan jama’ah serta ketenangan jiwa atas harta – harta mereka. Di antara hikmahnya adalah bahwasanya Allah meletakkan balasan bagi para penyerang/penyamun yang membuat kerusakan di muka bumi dan pencuri yang menebar ketakutan terhadap harta dan kebebasan manusia, dan bahwasanya Ia mengampuni orang – orang yang bertaubat dari kedua golongan tersebut bila mereka benar dalam taubatnya dan memperbaiki perbuatan mereka karena tujuan sebenarnya bukanlah hukuman itu sendiri namun untuk mewujudkan kebaikan, menebar keamanan dan ketenangan. Termasuk hikmahNya dan keadilanNya bahwasanya Ia menghukum orang yang tidak taat sebagai pengajaran dan pencegahan bagi mereka serta sebagai contoh dan jaminan bagi kemaslahatan hamba. Di antara rahmatNya adalah bahwasanya Ia menyayangi orang – orang yang bertaubat dan membatalkan hukuman bagi mereka. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu baik itu dalam hal hukuman maupun rahmat, dan Allah menyayangi hambaNya lebih dari diri mereka sendiri, lebih hebat daripada kasih sayangnya ibu kepada anaknya. Hukuman itu bagi para penyamun dan pencuri adalah untuk kemaslahatan mereka dan kemaslahatan saudara – saudara mereka di masyarakat. Maka tidak ada seseorang pun dalam masyarakat yang menangis atas tangan yang bergelimang dosa atau merasa kasihan atasnya karena anggota badan tersebut rusak dan menimbulkan kemudhorotan yang menghancurkan dan membinasakan, dan tidaklah ada di dalamnya harapan kebaikan bila tidak diperbaiki kondisinya. Wallahu alam bi as-shawab. Rujukan Tafsir Al-Munir karya Syaikh Wahbah Zuhaili.
Ayatitu menunjukkan bahwa persangkaan itu diperbolehkan mencuri, maka Rasulullah melepaskannya. Alasan mereka bahwa penahanan adalah hukuman ta'zi>r, jari>mah yang dilakukannya. Dalam shari>'ah Islam unsur moril disebut dengan Ar-Rukn Al-Adabi>39 3. Tindak Pidana pencurian (Jari>mah As-Shariqah)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Ustadz, ana sering mendengar beberapa ustadz menyebutkan “mencuri dalam shalat”, saya kurang memahami apa yang dimaksud dengan mencuri shalat itu. Mohon penjelasan ustadz. Syukran. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh DH Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh Istilah “mencuri dalam shalat” yang biasa diungkapkan oleh ulama adalah merujuk pada sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan dari Abu Qatadah, “Sejelek-jelek orang yang mencuri adalah orang yang mencuri dalam shalatnya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana ia mencuri dalam shalatnya?” Beliau menjawab, “Ia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya.” Atau beliau bersabda, “Ia tidak meluruskan punggungnya ketika rukuk dan sujud.” HR. Ahmad, Ibnu Majah, ath-Thabrani dan al-Hakim Dalam hadits tersebut Rasulullah saw mengkategorikan orang yang shalat tapi tidak menyempurnakannya sebagai pencuri dalam shalat. Di antara tanda pencuri dalam shalat beliau menyatakan, bila ia rukuk dan sujud tidak sempurna; tidak sempurna dalam bacaan dan gerakannya. Ibarat yang Rasul saw tegaskan sebagai bentuk “pencurian” yang paling buruk adalah karena biasanya kita memahami pencuri adalah yang mengambil sesuatu yang bukan haknya, milik orang lain, bukan mengambil milik sendiri. Sementara orang yang mencuri dalam shalatnya sejatinya ia mencuri miliknya sendiri; mencuri ruh dan makna shalatnya. Demikian juga karena ia mencuri yang sejatinya tidak boleh dicuri, yaitu ruh, nilai, makna, ajaran Rasul dalam shalat, yaitu khusyuk, thuma’ninah dengan menjaga kesempurnaan rukuk dan sujud. Sebagaimana Rasulullah saw juga bersabda, “Tidak sah tidak sempurna shalat seseorang, sehingga ia thumaninah ketika rukuk dan sujud.” HR. Abu Daud. Ada ulama yang memahami thumaninah adalah dalam gerakan rukuk dan sujud, yaitu meluruskan punggungnya, dan ada juga yang menyatakan meluruskan punggung dan tenang dalam berdoa dalam rukuk dan sujud. Sayyid Sabiq dalam fiqih sunnah memaknai thumaninah, dengan diam beberapa saat setelah sempurnanya anggota-anggota tubuh dalam gerakan sujud dan rukuk dengan batasan waktu yang diperlukan ketika membaca doa tasbih. Karena pentingnya menjaga kesempurnaan rukuk dan sujud, terkait sujud misalnya, Rasul mengajarkan agar sempurna dengan sempurnanya anggota tubuh dalam sujud. Rasulullah saw bersabda, “Jika seseorang hamba sujud maka ia sujud dengan tujuh anggota tubuhnya, wajah, dua telapak tangan, dua lutut dan dua telapak kakinya.” HR. al-Jamaah kecuali Bukhari Demikian Allah swt menganggap orang shalat bernilai lalai, jika shalatnya hampa dari pemaknaan akan subtansi shalat, yaitu pengagungan Allah swt dan permohonan kepada-Nya QS. al-Ma’un. Karenanya dapat dipahami, bahwa ruh shalat dan kekhusyukan niscaya hilang bila seorang tidak dapat menyempurnakan rukuk dan sujudnya. Mengingat saat itu diantara subtansi shalat hadir, yaitu pengagungan kepada Allah swt. Dan Allah swt melegitimasikan orang-orang mukmin yang menang di antaranya adalah apabila mereka dapat khusyuk dalam shalatnya 1-2. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang menang dalam shalat, yang menyempurnakan, tidak lalai tapi khusyuk, dan tidak mencuri-curi dalam shalat. Amin. Wallahu’alam. []

Dalilmengenai larangan berbuat ghibah memang ada banyak, namun, dalam Islam ada ketentuan dengan kondisi tertentu yang ghibah menjadi boleh untuk dilakukan. Allah SWT berfirman yang artinya: " Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

TERDAPAT sebuah kisah yang telah dikenal secara luas baik oleh umat islam di Indonesia maupun mancanegara, yaitu kisah mengenai Robin Hood. Dalam kisah itu diceritakan mengenai perjuangan seorang pencuri yang mencuri harta dari seorang pemimpin dzolim dan dibagikan kepada masyarakat fakir dan miskin. Masyarakat bersyukur dan berterimakasih kepada si pencuri karena telah membantu mereka untuk dapat bertahan hidup. Lalu bagaimana pandangan islam terhadap perilaku pencurian yang dilakukan demi membantu orang lain tersebut? Terdapat sebuah hadits yang berbunyi, “Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdirrahman Muadz bin Jabal radhiyallahu anhuma, dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada. Iringilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut akan menghapuskan keburukan. Dan pergauilah manusia dengan akhlak yang mulia.” HR. At-Tirmidzi, dan dia berkata Hadis Hasan Sahih. Namun hadits tersebut tidak dapat serta merta diartikan bahwa setiap manusia diperbolehkan untuk melakukan keburukan asalkan diiringi dengan kebaikan. Melainkan makna dari hadits tersebut yaitu bahwasanya ketika seseorang telah melakukan taubat dan menyesal atas keburukan yang telah dikerjakan selama ini, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghapus dosanya adalah dengan melakukan kebaikan. Itulah yang dinamakan dengan Taubat An-Nasuha atau taubat yang sebenar-benarnya. Terkait melakukan pencurian dengan tujuan kebaikan dalam islam tidaklah diperbolehkan. Sebagaimana dalam Alquran QS Al-Baqarah ayat 42, Allah SWT Berfirman yang artinya “Janganlah kalian campur-adukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan kalian sembunyikan yang benar padahal kamu mengetahuinya”. Ayat tersebut menunjukkan bahwa dalam islam kebaikan dan keburukan telah jelas, dan tidak diperbolehkan untuk dicampuradukkan antara keduanya. Ayat tersebut juga didukung dengan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi “Sesungguhnya Allah tidak menerima sesuatu kecuali yang baik.” HR. Muslim, At-Tarmdzi dan Ahmad. Dalam hadits yang lain Rasulullah juga menyatakan bahwa setiap umat yang memakan makanan haram di dalam perutnya tidak akan diterima amalnya hingga 40 hari. Hal ini juga menyiratkan bahwa segala sesuatu yang diperoleh dengan cara haram akan dapat berimplikasi pada orang yang memakan barang tersebut. Oleh karena itu dalam mencari nafkah keluarga atau memberikan sedekah bagi fakir miskin juga perlu dipastikan bahwa diperoleh dengan cara halal agar tidak menjadi halangan baik bagi keluarga maupun penerima sedekah dalam beramal baik. Dalil-dalil diatas menunjukkan bahwasanya dalam melakukan suatu kebaikan haruslah dilakukan dengan menggunakan cara yang baik juga. Sesuai dengan kaidah mengenai tujuan al-maqâshid dan sarana al-wasîlah yang berbunyi “sarana memiliki hukum sama dengan tujuannya”. Sehingga dalam memperoleh suatu tujuan yang baik umat muslim tidak diperbolehkan untuk menggunakan cara yang tidak baik. Hal ini termasuk juga dalam melakukan pencurian untuk diberikan sebagai sedekah bagi umat yang membutuhkan. Meskipun demikian melakukan pencurian atau perbuatan buruk demi kebaikan tidaklah sepenuhnya dilarang. Maksudnya, terdapat beberapa perbuatan semacam itu yang diperbolehkan dalam islam. Yang pertama adalah apabila dalam kondisi terpaksa, sebagaimana dalam kaidah fiqih disebutkan bahwa keadaan darurat dapat membolehkan sesuatu yang dilarang. Dalam AlQuran juga disampaikan dalam QS Al-An’am ayat 119 yang berbunyi “Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.” Oleh karena itu dalam kasus kisah Robin Hood, bisa disimpulkan bahwa apabila dalam kisah tersebut kondisi pemimpin memang benar-benar dzolim, dan masyarakat tidak memiliki pilihan lain selain mencuri, maka mencuri tersebut dibolehkan dengan alasan berada dalam situasi darurat. Namun apabila masih terdapat pilihan lain dalam mencari uang secara halal, misalnya masih dapat dilakukan dengan menawarkan barang atau jasa, maka tidak diperbolehkan untuk melakukan pencurian meskipun dengan niatan baik. Allahu A’lam Bish-Shawab. Manusia hanya dapat berpikir dan Allah lah yang maha mengetahui kebenarannya. Semoga apa yang dituliskan disini merupakan kebenaran di sisi Allah dan menjadi sarana dalam penyebaran dakwah Islam. Aamiin.
Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kota Metro, Provinsi Lampung, Siti Nurjanah menilai tidak boleh ada pemaksaan pemakaian jilbab di sekolah negeri. Mengingat sekolah negeri pada dasarnya terdiri atas berbagai macam agama, suku, dan sudah dipastikan ada keberagaman. "Karena ini sekolah negeri, jadi tidak boleh ada pemaksaan.
Keput1han saya semakin hilang setelah mengamalkan Nenas Batu !! Hukum Mencuri Dalam Islam Maksud mencuri dari segi syarak Mengambil harta milik orang lain secara sembunyi-sembunyi dari harta yang dijaga dengan syarat-syarat tertentu. Dari definisi mencuri di atas,mencuri adalah mengambil harta secara itu tidak dikatakan mencuri jika seseorang itu merompak,menggelap wang syarikat pecah amanah,merampas dan meragut. Dalil Wajib Potong Tangan Pencuri Firman Allah وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ فَمَن تَابَ مِن بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ Lelaki yang mencuri dan wanita yang mencuri,potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah Maha Perkasa lagi Maha barangsiapa bertaubat di antara pencuri-pencuri itu sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri,maka sesungguhnya Allah menerima Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang al-Mâidah ayat 38-39 Syarat-syarat Pencuri 1. Baligh Jika pencuri itu kanak-kanak yang masih belum baligh maka dia tidak akan dikenakan hukum potong tangan. 2. Berakal Jika yang mencuri itu adalah orang gila maka dia tidak akan dikenakan hukum potong tangan. 3. Tanpa paksaan Jika dia mencuri kerana dipaksa oleh orang lain dengan ancaman yang membahayakan nyawanya maka dia tidak akan dikenakan hukum potong tangan. 4. Pencuri itu tahu hukum mencuri dalam islam adalah si pencuri tidak mengetahui kerana jahil dalam agama maka dia tidak akan dikenakan hukum potong tangan tapi akan dikenakan hukum takzir dan wajib ganti barang yang dicuri. Syarat-Syarat Harta Yang Dicuri 1. Barang yang dicuri mencukupi nisab Menurut jumhur Ulama termasuk dalam mazhab as Syafie nisab pencurian itu adalah seperempat dinar atau 3 dirham. Dalil Dari Aisyah bahawa Rasulullah bersabda yang bermaksud “Tidak akan dipotomg tangan pencuri melainkan seperempat dinar atau lebih” “Rasulullah memotong tangan seorang yang mencuri perisai yang nilainya sebesar 3 dirham Muttafaqun Alaihi Satu dinar adalah sama dengan gram emas 24 karat.Perkiraan nisabnya adalah ¼ x = harga semasa emas sekarang ini ialah x RM86 = kecurian adalah Pencuri yang mencuri barang-barang yang nilainya tidak sampai nisab dia tidak akan dikenakan potong tangan tapi dia akan dikenakan hukuman takzir. 2. Mencuri harta dari tempat penjagaan\simpanan Harta yang dicuri itu mesti berada di dalam penjagaan,penyimpanan atau pengawasan pemiliknya. Bentuk penjagaan ini terdiri dari dua kategori Pertama Tempat penjagaan khas seperti peti besi untuk menyimpan perhiasan dan wang, kandang untuk menjaga binatang dan stor untuk menyimpan barang-barang. Kedua Bukan tempat penyimpanan khusus tetapi dia termasuk barang yang dijaga contoh seseorang duduk/tidur di dalam masjid dan meletakkan beg di termasuk dalam penjagaan. Tidak akan dipotong tangan pencuri yang mencuri harta yang tidak Ulama feqh jika satu pintu stor atau kandang terbuka,atau bahagian dindingnya rosak maka ini akan menghilangkan sifat penjagaan,maka pencuri itu tidak akan dipotong tangan, namun mereka akan dikenakan hukuman takzir. 3. Harta yang dicuri adalah harta yang ihtiram layak dimiliki disisi syarak Jika seseorang Muslim menyimpan arak atau Babi atau anjing atau kulit bangkai yang belum disamak di rumahnya kemudian dicuri,hal ini tidak akan menyebabkan pencuri dihukum potong tangan kerana harta tersebut bukanlah satu pemilikan yang layak untuk orang Islam. 4. Harta yang dicuri itu adalah bukan miliknya Tidak dikenakan hukum potong tangan ke atas orang yang mencuri hartanya sendiri seperti mencuri hartanya yang telah disewakan kepada orang lain atau mencuri hartanya yang dia beri pinjam kepada orang lain atau mencuri harta syarikat perkongsiannya. Dalam erti lain,harta yang dicuri tidak ada bahagian hak pencuri atau yang membolehkan pencuri itu memakannya. Oleh itu tidak akan dipotong tangan hamba yang mencuri harta tuanya,ayah yang mecuri harta anaknya,anak yang mencuri harta ayahnya,salah seorang suami-isteri mencuri harta pasangannya,rakan kongsi yang mencuri harta syarikat dan Seorang yang mencuri harta dari Baitul Mal juga tidak akan dipotong tangan kerana Baitul Mal adalah harta bersama orang islam di mana di dalamnya terdapat hak si pencuri sebagai rakyat meskipun kecil bahagiannya. Hudud akan tertolaktidak akan dilaksanakanjika berlaku syubhah.. Hikmah Had Potong Tangan Bagi Pencuri Untuk kita memahami hikmah dari pensyariatan hukum potong tangan bagi kesalahan mencuri,suka saya kongsikan di sini sejarah hukuman had mencuri di di Arab Saudi. Di Tanah Arab satu ketika dahulu,jenayah mencuri dan merompak jemaah haji lelaki dan wanita di Baitullah begitu itu,sebahagian jemaah haji tidak lagi mahu kembali ke Makkah kecuali untuk menunaikan nazar yang itu Hijjaz Kerajaan Saudi telah melaksanakan hudud+qisas sehingga keamanan dapat itu,jenayah mencuri mula berkurangan dan kegiatan merompak lumpuh,sehingga negeri itu menjadi aman. Kejayaan menangani jenayah ini melalui pelaksanaan hukum hudud sangat mengagumkan dan memeranjatkan banyak perkara paling menakjubkan ialah sepanjang 24 tahun hukuman ini dijalankan,hanya 16 orang dikenakan hukuman potong tersiratnya,Kerajaan Saudi berjaya menyelamatkan beribu-ribu tangan’ yang tidak berdosa dengan 16 bilah tangan sahaja! Jelaslah ketegasan ini adalah rahmat kepada masyarakat itu,pengorbanan tangan dan kaki adalah terlalu sedikit bilangannya jika dinisbahkan kepada orang yang keluar dari hukum Allah yang melakukan jenayah melibatkan ribuan orang yang tidak berdosa kehilangan harta benda dan tubuh,malah nyawa mereka. Malah kekerasan hukuman ini juga hakikatnya adalah rahmat kepada orang yang hendak melakukan jenayah,kerana ia menimbulkan ketakutan kepada orang lain untuk seorang pencuri dipotong tangan atau seorang perompak dibunuh,ia sebenarnya menyelamatkan beribu-ribu bakal penjenayah lain. Nah sekarang ini anda sudah jelaskan bagaimana untuk melaksanakan hukuman potong tangan ini..Islam melatakkan syarat yang amat ketat..jadi apa yang hendak anda takut dan risaukan dengan hukuman hudud?Lagi pula anda bukannya pencuri..Hukuman Allah ini telah terbukti berkesan berjaya mengurangkan kadar jenayah kecurian berdasarkan perlaksanaan di Arab saudi..Insya Allah jika ada kelapangan masa lagi saya akan berkongsi pula hukum jenayah merompak dalam islam..
Sebagaimanadalam Alquran QS Al-Baqarah ayat 42, Allah SWT Berfirman yang artinya "Janganlah kalian campur-adukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan kalian sembunyikan yang benar padahal kamu mengetahuinya". Ayat tersebut menunjukkan bahwa dalam islam kebaikan dan keburukan telah jelas, dan tidak diperbolehkan untuk dicampuradukkan antara
DOSA mencuri dalam islam menurut Muhamad Syaltut adalah mengambil harta individu lain dengan sembunyi sembunyi yang dilakukan oleh individu yang tidak dipercayai menjaga barang tersebut. Menurut beliau selanjutnya, definisi tersebut secara jelas melakukan perbuatan menggelapkan harta individu lain yang dipercayakan kepadanya ikhtilas dan tetap dosa walaupun beramal sesuai hukum sedekah dengan uang haram dari kategori dosa mencuri dalam islam. Mencuri dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti mengambil barang milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah. Secara lughah bahasa Arab, mencuri disebut dengan as-sariqoh yang berarti mengambil sesuatu diam-diam. Secara istilah syari, as-sariqoh adalah orang berakal baligh mengambil sesuatu dengan kadar nishab tertentu atau punya nilai tertentu, masih milik orang lain, tidak syubhat di dalamnya, dan mengambilnya secara diam-diam. BACA JUGA Bagaimana Cara Taubat dari Dosa Mencuri? Setiap orang yang berakal pasti akan sepakat bahwa dosa mencuri adalah perbuatan yang zalim dan merupakan kejahatan. Oleh karena itu Islam juga menetapkan larangan mencuri harta orang lain. Bahkan ia termasuk dosa besar dan kezaliman yang nyata. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah 24292, disebut as-sariqoh jika memenuhi empat rukun Ada pencuri, Ada orang yang dicuri barangnya, Ada harta yang dicuri, mengambilnya diam-diam. Foto Pexels Tentang hukuman dosa mencuri disebutkan dalam surah Al-Maidah. وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌفَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah SWT. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka barangsiapa bertaubat di antara pencuri-pencuri itu sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS. Al-Maidah 38 dan 39. Dalam ayat ini, Allah SWT menetapkan hukuman hadd bagi pencuri adalah dipotong tangannya. Ini menunjukkan bahwa dosa mencuri adalah dosa besar. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan الكبائر هي ما رتب عليه عقوبة خاصة بمعنى أنها ليست مقتصرة على مجرد النهي أو التحريم، بل لا بد من عقوبة خاصة مثل أن يقال من فعل هذا فليس بمؤمن، أو فليس منا، أو ما أشبه ذلك، هذه هي الكبائر، والصغائر هي المحرمات التي ليس عليها عقوبة “Dosa besar adalah yang Allah SWT ancam dengan suatu hukuman khusus. Maksudnya perbuatan tersebut tidak sekedar dilarang atau diharamkan, namun diancam dengan suatu hukuman khusus. Semisal disebutkan dalam dalil barangsiapa yang melakukan ini maka ia bukan mukmin. Atau bukan bagian dari kami, atau semisal dengan itu. Ini adalah dosa besar. Dan dosa kecil adalah dosa yang tidak diancam dengan suatu hukuman khusus.” Fatawa Nurun alad Darbi libni Al-Utsaimin, 2/24, Asy-Syamilah. Dosa mencuri dan hukumya ilustrasi, foto unsplash Ibnu Shalah rahimahullah mengatakan لَهَا أَمَارَات مِنْهَا إِيجَاب الْحَدّ , وَمِنْهَا الْإِيعَاد عَلَيْهَا بِالْعَذَابِ بِالنَّارِ وَنَحْوهَا فِي الْكِتَاب أَوْ السُّنَّة , وَمِنْهَا وَصْف صَاحِبهَا بِالْفِسْقِ , وَمِنْهَا اللَّعْن “Dosa besar ada beberapa indikasinya, diantaranya diwajibkan hukuman hadd kepadanya, juga diancam dengan azab neraka atau semisalnya, di dalam AlQuran dan As-Sunnah. Demikian juga, pelakunya disifati dengan kefasikan dan laknat ” Tafsir Ibnu Katsir, 2/285. Dosa mencuri hukumnya haram, karena larangan mengambil harta milik orang lain secara batil tersebut dalam AlQuran, As-Sunnah dan Al-Ijma kesepakatan ulama. Allah subhaanahu wata’ala berfirman. يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil” QS. Al-Nisa’ 29 BACA JUGA Kata Nabi, Dosa Kecil Bisa Membinasakan Para ulama mengingatkan keras mengenai perbuatan mencuri. Imam Adz-Dzahabi memasukkan mencuri dalam dosa besar nomor ke-21 dalam kitabnya Al-Kabair. Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa hukum potong tangan dulu terjadi pada zaman Jahiliyah. Lantas Islam menyetujui hukum ini dengan penambahan syarat-syarat tertentu. Lihat Tafsir AlQuran Al-Azhim, 3394. Imam Ahmad rahimahullahmengatakan bahwa jika seseorang membeli barang yang ia ketahui telah dicuri oleh seseorang, maka ia dihukumi sama-sama mencuri. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Masail Al-Imam Ahmaddiriwayatkan oleh Al-Baghawi 681. Semoga Allah SWT memberi kita taufik agar kita dijauhkan dari hukum dosa mencuri. [] Oleh Andika Murdanto SUMBER MUSLIM RUMAYSHO
Seksaanbagi kesalahan yang dilakukan dalam malaysia. Kesalahan mencuri · seksyen 379 (kk): Kanun Keseksaan Akta 574 Otosection from kesalahan mencuri, lelaki itu didakwa mengikut seksyen 379 kanun keseksaan yang memperuntukkan hukuman penjara maksimum tujuh tahun . Kesalahan didakwa mengikut seksyen 379 kanun keseksaan dan dibaca bersama seksyen 34 kanun keseksaan yang
Mencuri berarti mengambil sesuatu yang bukan haknya secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan pemiliknya. Secara hukum, mencuri adalah perbuatan yang dilarang oleh negara. Begitupun dalam pandangan islam. Mencuri merupakan dosa dan tidak sesuai rukun iman, rukun islam, dan fungsi agama. Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran yang artinya“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, Padahal kamu mengetahui.” 188.Mencuri Menurut Ajaran IslamDari Amr bin Al Ash bahwasahnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya tentang buah yang tergantung diatas pohon, lalu beliau bersabda “Barangsiapa yang mengambil barang orang lain karena terpaksa untuk menghilangkan lapar dan tidak terus- menerus, maka tidak dijatuhkan hukuman kepadanya. Dan barangsiapa mengambil sesuatu barang, sedang ia tidak membutuhkannya dan tidak untuk menghilangkan lapar, maka wajib atasnya mengganti barang tersebut dengan yang serupa dan diberikan hukuman ta’zir. Dan barangsiapa mengambil sesuatu barang sedangkan ia tidak dalam keadaan membutuhkan, dengan sembunyi-sembunyi setelah diletaknya di tempat penyimpanannya atau dijaga oleh penjaga, kemudian nilainya seharga perisai maka wajib atasnya dihukum potong tangan.” HR. Abu Daud.Dari hadist diatas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa terdapat 3 hukuman yang bisa diperlakukan bagi pencuri. DiantaranyaDimaafkanIni berlaku apabila pencuri berada dalam kondisi terpaksa misal kelaparan dan tidak dilakukan secara terus-menerus. Dalam hadist dijelaskan “Tangguhkan hudud hukuman terhadap orang-orang islam sesuai dengan kemampuanmu. Jika ada jalan keluar maka biarkanlah mereka menempuh jalan itu. Sesungguhnya penguasa tersalah dalam memaafkan, lebih baik dari tersalah dalam pelaksanaan hukuman.” HR. Al- TirmidziSerta dalam Al-Quran“Dan sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kalian apa yang Dia haramkan, kecuali yang terpaksa kalian makan.”QS. Al-An’am 119“Siapa yang dalam kondisi terpaksa memakannya sedangkan ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka ia tidak berdosa. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” 173Siapa yang terpaksa mengonsumsi makanan yang diharamkan karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Al-Ma’idah 3.Ta’zir dipenjaraHukuman ini berlaku bagi seseorang yang mencuri benda namun nilainya tidak terlalu tinggi. Misalnya menemukan benda di jalan atau mengambil buah di pohon tepi jalan, maka ia wajib mengembalikan benda tersebut atau tanganHukuman ini diberlakukan pada seorang pencuri yang mengambil barang dari penyimpanan atau penjagaan, barang tersebut bernilai jual tinggi dan ia memang memiliki niat mencuri tanpa ada yang Menjelaskan Hukum Potong Tangan Kepada Pencuri Pada dasanya hukum mencuri adalah dosa. Tidak dianjurkan dan dilarang secara agama. Sebab perbuatan mencuri ini merugikan pihak lain. Bahkan dapat menyebabkan pertumpahan darah. Maka itu, untuk memberikan efek jera maka islam memberikan hukuman pada seorang pencuri berupa potong tangan. Tentu saja hukuman ini tidak serta-merta dibuat begitu saja. Namun mengacu ayat Al-Quran yang artinya“Lelaki yang mencuri dan wanita yang mencuri,potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah Maha Perkasa lagi Maha barangsiapa bertaubat di antara pencuri-pencuri itu sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri,maka sesungguhnya Allah menerima Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Al-Maidah 38-39.Selain itu juga diperkuat dengan hadist-hadist shahih yang menjelaskan bahwa pada zaman terdahulu, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam menjatuhi hukuman potong tangan kepada seorang pencuri.“Diceritakan bahwa di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, seorang wanita dari Bani Makhzum dituduh mencuri. Ketika terbukti bahwa ia telah melakukan pencurian, Rasulullah SAW memerintahkan agar ia segera dihukum potong tangan. Orang-orang Bani Makhzum terkejut mendengar berita memalukan yang akan menimpa salah seorang wanita keturunan terhormat mereka karena pasti akan dipotong tangannya. Lalu mereka menghubungi sahabat Utsamah ibnu Zaid yang menjadi kesayangan Nabi, agar ia mau memintakan grasi dari Rasulullah terhadap wanita kabilahnya. Kemudian Utsamah memohon grasi untuk wanita tersebut, dan ternyata jawaban beliau “Apakah kamu meminta grasi terhadap salah satu hukuman had Allah?”. Kemudian Nabi memanggil semua kaum muslimin lalu beliau berpidato “Wahai umat manusia, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah hancur, karena mereka menerapkan hukuman had terhadap orang yang lemah, sedangkan yang mulia, mereka biarkan saja. Demi Dzat yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya Fathimah anak Nabi mencuri, maka pasti akan kupotong tangannya.” HR. Bukhari.Hadits lain yaitu“Dari Aisyah radhiyaallahu anha, sesungguhnya Usamah meminta pengampunan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa seseorang yang mencuri, lalu Rasulullah bersabda; bahwasanya binasa orang-orang sebelum kamu disebabkan karena mereka melaksanakan hukuman hanya kepada orang-orang yang hina dan mereka tidak melaksanakannya kepada orang-orang bangsawan. Demi yang jiwaku dalam kekuasaanNya, jika seandainya Fatimah yang melakukannya, pasti aku potong tangannya.” HR. Bukhari.Syarat-Syarat Hukum Potong TanganDalam menerapkan hukum potong tangan kepada pencuri tentu tidak boleh dilakukan begitu saja. Terlebih lagi jika menghakimi sendiri lalu menganiayanya. Hal ini tentu tidak benar. Terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mempraktekan hukum potong tangan. Diantaranya yaituPencuri cukup umur BalighSyarat pertama seseorang dikatakan mencuri dan wajib dikenai hukum potong tangan adalah usianya harus sudah baligh. Enggak mungkin jika balita mencuri lalu dipotong tangannya. Sebab balita masih belum mengerti dipaksa atau terpaksaHukum potong tangan berlaku apabila seseorang mencuri atas kesadarannya sendiri. Tanpa ada paksaan dari pihak lain dan tidak sedang berada dalam kondisi terpaksa.“Sesungguhnya Allah memaafkan umatku karena aku apa yang mereka lakukan tanpa ada kesengajaan, lupa dan apa yang mereka dipaksa untuk melakukannya.” HR. Ibnu Majah dan Al Baihaqi.Sehat dan berakalSyarat ketiga adalah si pencuri berakal sehat. Jadi tidak sedang gila. Seseorang yang kehilangan akal maka tidak berhak dijatuhi memahami hukum islamPencuri yang tidak memahami tentang hukum islam, misalnya saja non muslim yang baru masuk islam Muallaf dan belum mempelajari islam secara menyeluruh maka ia tidak wajib dikenai hukum potong tangan.“Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi yang ada dosanya apa yang disengaja oleh hatimu.” QS. Al Ahzab 5.Barang yang dicuri berada dalam penyimpananSeseorang dikatakan mencuri jika ia mengambil barang yang berada dalam penyimpanan. Misalnya mengambil barang orang lain yang disimpan di dompet, almari, atau tempat-tempat yang dicuri berada dalam penjagaanMisalnya barang yang berada di samping orang sholat, kebun yang dibatasi dengan tembok, atau barang-barang lain yang dijaga pemiliknya. Sedangkan menemukan barang di jalanan atau mengambil buah di pohon yang tidak ada pembatasnya, maka hukum potong tangan tidak berlaku. Sebaliknya si pencuri hanya diwajibkan mengembalikan barangnya. Jika tidak ada, maka harus membayar ganti rugi. Dan hukumannya adalah dipenjara Ta’zir dengan didasarkan pada peraturan barang yang dicuri mencapai jumlah nisabSyarat berikutnya untuk memberlakukan hukum potong tangan adalah jumlah barang yang dicuri harus mencapai nisab. Menurut mayoritas ulama jumlahnya sebesar 3 dirham atau ¼ dinar. Hal ini didasari oleh hadist shahih“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memotong tangan seorang yang mencuri perisai yang nilainya sebesar 3 dirham.” Hadist Muttafaqun AlaihiDari Aisyah radhiyaallahu anha bahawa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Jangan memotong tangan seorang pencuri kecuali mencapai ¼ dinar keatas”. HR. Muslim.Perlu diketahui bahwa 1 dinar = emas 24 karat sebesar gram. Jadi bila ¼ dinar berarti= ¼ x gram. Apabila nilai barang curiannya kurang dari ukuran tersebut maka hukum potong tangan tidak boleh dilakukan. Pencuri cukup diadili secara hukum. Misal dipenjara, membayar ganti rugi atau mengadakan persetujuan curian mutlak bukan miliknyaMaksudnya antara pencuri dengan pemilik barang yang dicuri tidak ada hubungan darah ataupun ikatan keluarga. Misalnya orang tua mencuri harta anaknya atau sebaliknya, istri mencuri harta suaminya, maka ini tidak bisa diperlakukan hukum potong tangan. Sebab seorang keluarga masih memiliki hak terhadap keluarganya yang lain. Namun demikian bukan berarti pencurian dalam keluarga diperbolehkan. Tidak ya. Pencurinya tetap harus diadili. Dan hukumannya bergantung pada keterdekatan hubungan, kerelaan orang yang dicuri, undang-undang negara dan ajaran hukum fiqih curian adalah barang yang berhargaSyarat Berikutnya adalah barang yang dicuri haruslah barang yang berharga. Dalam artinya layak secara syarak. Benda yang bernilai jual cukup tinggi. Bukan benda-benda bekas yang tak terpakai, bangkai atau melakukan hukuman potong tangan, seorang hakim tentu harus memperhatikan syarat-syarat diatas. Kemudian melihat kondisi si pencuri, apakah ia orang yang masih gagah perkasa ataukah orang yang tak berdaya. Seseorang yang mencuri dikarenakan terpaksa akibat rasa lapar, dan aktivitas mencuri ini tidak dilakukan secara terus-menerus maka ia berhak mendapatkan keringanan. Hukum potong tangan tidak berlaku kepada seorang pencuri yang mencuri sedikit makanan karena kelaparan. Apabila si pencuri mau meminta maaf dan bertaubat maka tidak ada dosa yang tak terampuni oleh Allah Ta’ penjelasan tentang hukum mencuri dalam islam. Sebagai seorang hamba sebaiknya kita memahami tentang Tujuan Penciptaan Manusia , Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam dengan begitu kita bisa memahami kewajiban kita dan mengindari perbuatan-perbuatan yang dilarang agama. Semoga bermanfaat.
Nf24No.
  • 16sxrinh7j.pages.dev/66
  • 16sxrinh7j.pages.dev/342
  • 16sxrinh7j.pages.dev/121
  • 16sxrinh7j.pages.dev/40
  • 16sxrinh7j.pages.dev/354
  • 16sxrinh7j.pages.dev/21
  • 16sxrinh7j.pages.dev/127
  • 16sxrinh7j.pages.dev/201
  • 16sxrinh7j.pages.dev/395
  • mencuri yang diperbolehkan dalam islam